Behind The Scene #IGen 3 (Tamat)


image

Yaaak, masuk bagian akhir nulis proses lahirnya buku #IGen, Gaul Bener Tanpa Minder. Setelah bagian pertama tentang mencari motif supaya rajin ngeblog dan bagian kedua tentang perbanyak silaturahim, sekarang mau bahas tentang:

Doa Orang Tua, PENTING!

Sebetulnya mau nulis ini dari kapan tau, nggak lama dari bagian kedua seri tulisan ini dipublish tepatnya sebelum buku #IGen beredar di pasaran. Sayang, pas banget sama sakit dan meninggalnya Mamak.

Satu yang paling gue takutin dari dulu kalau sudah nggak punya orang tua: nggak ada lagi yang kirimin doa, setulus doa mereka 😭. Makanya, di sisa umurnya selain gue banyak-banyak minta maaf atas segala ketidaksabaran dalam menemaninya, nggak lupa gue banyak-banyak minta didoain supaya begini-begitu. Terutama banget sih biar segera ketemu jodoh yang baik-baik, dan kami berdua bisa berangkat umroh bareng.

Beberapa hari sebelum sakit, di antara percakapan yang biasa kami lakukan jelang tidur (sebetulnya dia selalu tidur sore, tapi pasti bangun kalau gue sudah mulai mau tidur). Seperti biasa gue minta dia doain blablabla. Terus gue gali, apa doa yang biasa dia panjatkan buat gue.

Kagetnya bukan main waktu dia bilang gini: semoga kerjaannya (apa aja yang gue kerjain) dikasih kelancaran. Wow!

Padahal seinget gue, nggak pernahlah gue minta didoain perihal pekerjaan. Soalnya gue selalu yakin, rejeki & kerjaan terjamin selama mentingin si Mamak. Salah satunya waktu gue memutuskan buat resign (ini sih lebih karena sudah bosan), alhamdulillah bener aja rejeki & kerjaan selalu ada.

Pasca si Mamak ngomong begitu, gue makin yakin. Jadi selama ini lancarnya rejeki gue tak lain dan tak bukan berkat doa yang secara khusus dia panjatkan buat gue. Mungkin kasarnya, Mamak nggak doain aja Allah sudah ngasih, apalagi ditambah dia ngedoain, makin berlipat aja jadinya. Salah satunya rejeki berupa dikasih kesempatan buat nulis buku #IGen ini.

Oke Yooot, got the point, kan? Mumpung orang tua masih ada, sering-sering minta doa yang spesifik, deh. Yaaa, walau tanpa diminta mereka pasti ngedoain, sih. Hehe.

Btw sudah pada punya buku #IGen Gaul Bener Tanpa Minder, belom? Yuk ah diburu di tobuk-tobuk terdekat! Kalau mau beli langsung ke penulisnya juga bisa. Pesan via WA di nomor 0896 580 41 832. *promosi

Harga asli Rp 48ribu, gue diskon jadi 44ribu. Plus tanda tangan & souvenir cantik/ganteng. Okey!

Salam #IGen 😉

Begini Seharusnya Ilmu

Kayaknya baru sekali-kalinya ini deh, gue ikut majelis, materinya jleb banget! Padahal majelisnya bukan yang gimana-gimana (banyak zikir yang membuat seluruh jama’ahnya mau nggak mau menitikkan air mata). Justru majelisnya bahas iptek, dan sukses bikin gue nangis bombay karena dosa-dosa yang menggunung.

Si pemateri yang membuka majelis dengan menampilkan hadits yang bunyinya kurleb: akal itu ada dua, di otak dan di hati. Lanjut ditampilkan foto Ryan Jombang si pelaku mutilasi yang kesohor itu. Kata si pemateri, “Ryan itu ngerti agama. Dia paham betul perbuatannya dilihat oleh Allah, tapi pemahamannya baru sampai sebatas di hati, belum sampai ke otak. Makanya korbannya sampai belasan. Jadi… kalau kita ngakunya paham agama tapi masih juga berbuat dosa, apa bedanya dengan Ryan Jombang?!” Skak mat, hati dan otak gue kayak digedor pakai palu godam, gue cuma bisa bengong denger si bapak ngomong begitu! 😓

Masuk ke pembahasan inti, jadi kenapa masih banyak manusia yang seperti itu? Padahal tiap malam Jum’at banyak yang mengulang-ulang ayat ini: pada hari ini, Kami tutup mulut mereka. Tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dulu mereka kerjakan. (QS. Yasin)

Tak lain tak bukan, karena kita memahami Al Qur’an-hingga usia segini-cuma sebatas dongengan belaka. Kemungkinan besar ketika dibacain ayat itu, otak kita akan membayangkan tiba-tiba di akhirat nanti di tangan kaki kita muncul mulut hingga dia bisa bersaksi. Hasilnya, ayat tersebut jadi mental. “Ah, itu kan cuma dongengan.” Walau nggak terucap, tapi bisa jadi di otak kita bilang begitu.

Makanya… perlu banget memahami Al Quran dengan pendekatan ilmu pengetahuan. Seperti ayat pertama yang diturunkan, iqra! Bacalah ayat-ayat kauniyah pula kauliyah Allah.

Di majelis itu pemateri menyebut-nyebut tentang penemuan monogram, keping CD, kaset, juga flash disk dan mengaitkan dengan surat Yasin di atas. Jadi di balik penemuan itu, Allah mengilhamkan kepada para penemunya perihal adanya “CCTV” di dalam tubuh manusia.

Misal, alat monogram kalau jeli diperhatikan ternyata dia mirip banget sama sidik jari kita. Ada porosnya di tengah, kemudian dikelilingi garis-garis yang nggak putus. Dan monogram menghasilkan bunyi, kan? Nah, pas deh sama ayat di atas: tangan mereka akan berkata kepada Kami.

Begitu juga dengan keping CD. Di tengahnya ada titik (bolongan), kalau sudah masuk data-data aka di-burn, bakal muncul garis-garis putih yang mengelilinginya. Pun dengan flash disk yang konon pembuatannya terinspirasi dari jempol manusia. Nama dagang awalnya pun (tahun 2005) thumb apa gitu. Dari ‘jempol’ itu bisa tersaji berbagai macam suara (bisa menyimpan lagu, film).

Jadi, penggambaran TANGAN akan BERKATA di akhirat nanti kurleb seperti itu bahkan lebih canggih! Tiap-tiap yang dilakukan oleh tangan kita semua sudah otomatis terekam yang bakal jadi bahan pertanggungan jawab amal-amal kita di hadapan Allah. Catet! Bukan dari tangan kita tiba-tiba muncul mulut lho! 😝

Gimana kalau orang nggak punya tangan dan kaki? Nggak bisa bersaksi donk tangan dan kakinya nanti di akhirat? Ah, lagi-lagi di Al Quran sudah ada jawabannya: …pendengaran, penglihatan, dan KULIT mereka menjadi saksi terhadap perbuatan yang mereka lakukan. (QS. Fushshilat)

Dan ternyata, penemuan kaset sebagai alat perekam suara nyaris mirip dengan kulit kita. Pita kaset mampu merekam karena terbuat dari bahan (plastik) yang mengandung magnet. Pun, ternyata kulit kita mengandung magnet! So, tiap-tiap perbuatan anggota badan yang dilapisi kulit so pasti terekam nggak kurang nggak lebih. Jadi saksi di hadapan-Nya nanti. Ya Allah… 😱

Di ending, yang bikin gue kian merinding pas si pembicara bilang begini: pesan saya, bapak ibu boleh bermaksiat, berbuat jahat, tapi syaratnya satu: tinggalin tangan, kaki, sama kulitnya di rumah. Simpan dalam lemari.

Ah!

Tetiba langsung keingetan semua dosa-dosa, wa bil khusus dosa terhadap emak gue. Ya Allah, maap… 😈

(Semacam) Sinopsis #IGen

image

Sudah ada di Gramed lhooo ☺

Judul: IGen, Gaul Bener Tanpa Minder
Penulis: Dainur Jehan
Penerbit: QultumMedia
Tahun Terbit: 2015
Tebal: 212 halaman
Harga: Rp 48ribu

Nggak nongkrong semalaman dibilang, “Nggak gaul lo!”
Nggak pacaran dibilang, “Jomblo ngenes!”
Nggak ngerokok dibilang, “Ah, nggak macho!”

Kalem…, gaul nggak harus seperti itu, kok. Gaul yang kayak gitu justru bisa ngerugiin kita, Sob. Nongkrong, pacaran, dan ngerokok nyatanya nggak akan bikin kita menjadi lebih baik.

Nggak perlu banyak gaya biar dibilang gaul. Justru, tunjukin aja kalau kita bisa ngeraih semua yang kita impikan.

Dengan cara seperti itu kita bakal tetap bisa gaul. Dengan punya banyak prestasi kita nggak akan ngerasa minder. Percaya!

Oke, Yooot… gebet aja pembahasan selengkapnya tentang gaul yang bener nggak pake minder apalagi ngiler sampe dikerebutin laler, cuma di buku ini.

Salam #IGen. Proud to be Islamic Generation! 😉

Nyak Haji Dijah

Tadi sore sepedaan, tiba-tiba kepikiran buat silaturahim ke rumah seorang temannya Mamak yang sudah sangat uzur tapi masih gagah: Nyak Haji Dijah.

Umurnya ada kali menjelang 100. Dari Mamak masih gagah bisa ke sana-sini, sampai terakhir kali Mamak pergi ngaji malam Jum’at jalan pulangnya bareng beliau. Mereka berdua suka saling berkunjung bawain makanan.

Pun setelah rumah kami pindah rumah, kalau diajak jalan pagi pakai kursi roda selalunya Mamak minta main ke rumah beliau. Padahal mah kalau sudah ketemu cuma bisa saling menangisi kondisi kawannya satu sama lain yang disambung obrolan yang kurang nyambung. Mamak ngiri sama Nyak Haji yang masih juga bugar, Nyak Haji terharu Mamak masih cantik seperti jaman masih sehat dulu.

Kini kondisi Nyak Haji sudah agak payah. Gue main ke sana dia sudah lupa, baru ingat pas disebut nama si Mamak. Beliau yang biasa nyari kayu untuk bahan bakar masak nasi uduk usaha keluarganya, sudah susah kemana-mana karena kesehatannya yang kian menurun.

Cuma satu yang masih nggak berubah kalau ketemu gue. Selalu nanya status sama pesan yang bunyinya kurleb begini: Neng, lu kalo nyari jodoh yang bener, ya’. Yang baek sama lu, mau ngurusin enyak lu (yang terakhir waktu masih ada Mamak).

Pesan dari seorang teman, cara bahagiain orang tua yang sudah nggak ada selain dengan doa yakni: silaturahim ke rumah karib kerabat mereka. Semoga. Semoga masih bisa terus menyambung silaturahim ke tempat karib kerabatnya Mamak yang lain. Bude Satio, Mpok Su’, Bu Johari, Cing Rod, dll. Aamiin.

Sepi vs Sendiri

image

Emak gue selalu suka sama kesepian, kesunyian. Mungkin karena faktor usia kali. Pun dia bilang senang kalau anak cucunya pada datang menjenguk, tetap aja akhirnya dia bilang pusing kalau abis banyak orang. 

Dulu, bahkan pernah terjadi percakapan begini:

“doain terus ya biar dapat jodoh, Mak.”
“Iya, didoain terus. Tapi emang belom ada jodohnya, mau diapain lagi?”
“Iya juga. Tapi emang gak bosen apa kita berdua terus? Kan kalo bertiga jadi rame.”
“Gak. Enakan begini, sepi.”

Terus gue jadi mikir, mungkin ini dia alasannya kenapa gue belom ketemu jodoh. Heuw.

Bukan cuma sepi dari ingar bingar manusia, Mamak juga suka rumah yang sepi dari berbagai piranti. Dia paling nggak suka kalau di rumah ada satu baju pun yang tergantung di tembok (bahasa Betawi-nya: banyak sampiran), kebanyakan perabotan, pajangan/pigura.

Sekarang baru terasa, ternyata gue juga ketularan Mamak jadi suka sama kesepian. Bukan nggak suka ditemani beberapa orang kakak beberapa malam ini, sih, cuma suasanya jadi beda aja. Biasa sunyi sepi jadi rame.

Biar begitu, sesuka apapun gue terhadap sepi, ternyata gue paling benci sama yang namanya sendiri. Karena definisi sepi adalah kami berdua, sedang sendiri adalah ya gue seorang diri di rumah ini walau kakak-keponakan pada datang silih berganti.

Biasanya kalau kemana-mana mikirin mau beli makanan apa buat gue dan Mamak, sekarang cuma buat sendiri. Biasanya selalu nanya mau masak apa hari ini, sekarang cuma buat sendiri. Biasanya pagi-pagi berburu sarapan buat gue dan Mamak, sekarang cuma buat sendiri.

Ah, sepernah nggak ikhlasnya ngurusin Mamak, gue benci sendiri!

Gimana Rasanya?

Sejak pagi, RSUD Tang-Sel diguyur hujan. Seakan menangisi seorang hamba yang kan berpulang ke haribaan-Nya.

Gimana rasanya…
Seorang dokter muda yang apat jatah jaga malam, sejak semalaman sampai Subuh tak ada keluhan dari satu pasienpun. Di menit berakhirnya masa jaga, malah harus bertindak cepat mengurus salah satu pasien yang kritis. Naik turun badan si dokter, memompa jantung pasien. Nahas, Allah berkehendak lain, selesai sudah dua hari masa koma yang dialaminya.

Gimana rasanya…
Seorang perawat laki masih muda yang baru saja dengan tergopoh-gopoh memulai hari tugasnya, mendapati kenyataan seorang nenek yang kondisi jantungnya sudah kian kritis. Dengan telaten dia bantu sang dokter memasang kantong udara di hidung pasien. Nahas, Allah berkehendak lain, selesai sudah dua hari masa koma yang dialaminya.

Mungkin itu sudah menjadi dukacita profesi mereka, makanya nggak lama berselang senyum sudah mengembang lagi dari wajah keduanya menjalani hari-hari sebagai petugas medis.

Masalahnya, gimana rasanya…
Seorang laki-laki.dewasa yang semalaman berjaga di sisi perempuan tua–yang sejak dibawa ke ruang IGD tak kunjung sadarkan diri–sambil mengulang tilawah-tahlil-tidur-tilawah-tahlil-tidur. Bahkan sudah melepas sedikit lega dengan melahap roti sobek. Mendapati kenyataan orang terkasihnya lebih dicintai Allah. Langkah dari ujung kaki pembaringan menuju kepala si mayit terasa begitu jauh, hingga berkali-kali langkahnya tersandung apa saja di sekitarnya. Mata haru yang memerah disertai kecupan di kening mayit sebagai ucapan perpisahan, membobol bendungan air mata siapa saja yang menyaksikannya.

Juga, gimana rasanya…
Dua malam di dalam ruangan yang empat orang sudah berakhir hidupnya di sana.

Yang ini gue tau jawabannya. Beberapa hari lagi di sana mungkin akan membuat setengah gila siapapun. Seakan menunggu giliran saja. Hah! 😥 

*menjadi penonton beberapa jam sebelum akhirnya berubah peran jadi pelaku saat ditinggal Mamak 💔😭

Behind The Scene #IGen 2

Oke Yoottt… lanjut tulisan tentang proses pembuatan buku #IGen (Islamic Generation, Gaul Bener Tanpa Minder) beberapa hari lalu, ya? Kalau sebelumnya gue saranin kalian buat rajin-rajin ngeblog plus cari motif yang kuat biar langgeng ngeblognya, bagian kedua ini tentang:

Rajin-rajin Silaturahim, Yuk?!

Lah, apa kaitannya buat buku sama silaturahim? Ya berkaitan banget, lah. Terutama buat dijadikan calon pembeli buku kita kelak *kidding 😝. Maksud gue, silaturahim biar dipanjangkan umur dan ditambah rejeki, gitu.

Dari pertama kali jadi reporter ngeliput sana sini, gue sudah menegaskan nggak bisa diganggu gugat weekend-nya. Selain buat keluarga, juga demi meningkatkan kapasitas diri lain macam belajar tahsin, ikut pengajian, belajar bahasa, masak, dll. Ya walau kadang diterima juga sih dengan berat hati kalau diminta liputan pas weekend. Heeee.

Tapi nggak tau kenapa, waktu itu di satu weekend diundang sama salah satu admin dakwah di Twitter ikut acara mereka yang salah satu rangkaian acaranya adalah deklarasi pembentukan akun Aku Cinta Islam (@KomunitasACI) yang gue mewakili Annida diajak gabung. Dan gue excited anet buat ikutan acara tersebut di bilangan Tanah Abang 🙌.

Di acara itu, kebanyakan yang hadir kebanyakan belom pada kenal di kehidupan nyata, tapi jangan ditanya di dunia maya. Pun gue, nggak ada satupun yang gue kenal, hingga takdir mempertemukan gue dengan founder akun @muslimah_talk yang masya Allah… akhwat solehah banget-banget. Sampai sekarang, kadang kalau lagi duduk satu forum diskusi suka malu sendiri dari segi pakaian dan ketawadhuan :twisted:. Kamipun banyak ngobrol di acara itu, sampai pulang bareng segala.

Berlanjut di dunia maya, hari-hari setelahnya kami saling tukeran akun sosmed pribadi, dan taulah dia perihal blog enjeklopedia ini.  Katanya gue rame, blog gue lucu, dllsb sampai akhirnya dia ngajak gue di proyek nulis komunitas mereka dan beberapa kali diajak jadi pembedah buku Saleha Is Me dan Ta’aruf Is My Way. Alhamdulillah…

Nah, berkat komunitas inilah gue jadi kenal mba editor dari penerbit Qultummedia, dan satu hari pernah dengan pedenya gue kirimin tulisan di blog yang sudah gue kumpulin jadi satu file (sebelumnya si founder ngangkat-ngangkat tentang blog gue di hadapannya). Gayung bersambut walau agak lama, diapun hubungin gue buat ngajak nulis buku tentang dunia remaja. Youkatta… pun blog gue ditolak buat dijadiin buku, mayanlah sudah diajak nulis langsung sama pihak penerbit 😂.

Dari pertama kali dikasih outline kasar sampai selesai nulis buku ini prosesnya makan waktu berbulan-bulan. Ya guenya yang nggak kelar-kelar, ya kepotong sama IBF. Akhirnya pas kesampaian buat resign, baru deh tuh ngebut selama sebulan!

Sampai awal Maret kemarin dihubungin lagi kalau naskah gue sudah mau masuk tahap produksi (edit, buat cover, cetak). Senang pasti, tapi sialnya malah muncul perasaan maju mundur cantik yang gue tumpahkan di sini cuma karena takut tulisan gue nggak bawa manfaat buat segmen yang dituju. Hiks.

Berhubung nggak bisa mundur juga, yaudah bismillah. Gue ikutin alurnya (revisi, vote cover, ttd surat perjanjian penerbitan). Sekarang katanya sih sudah selesai cetak, mulai tanggal 7 April bakal didisribusiin. Nggak tau kalau ada perubahan.

Yak, intinya dapet kan, YoOot? Kita nggak tau melalui siapa bisa dapat link ke penerbitan. So, perbanyak silaturahim, pun cuma di dunia maya. Sempatin juga komen di blog orang lain demi terjaga keharmonisan di dunia perblogan. 😉

Bersambung…

image

Idul Adha silaturahim buat obrolin buku 😁

Behind The Scene #IGen 1

Tinggal menghitung hari menuju  munculnya buku #IGen (Islamic Generation, Gaul Bener Tanpa Minder) di permukaan *halah, lumayan banyak yang melempar sanjungan, pujian, kekaguman, dan apalah apalah #terIisDahlia.

Di satu sisi senang (terima kasih atas segala apresiasinya 😘), tapi di sisi lain merasa takut setengah hidup. Kan, pada beloman baca isinya, how come gitu pada bilang gue keren, ketje badai, pengen buat buku juga. O, Tuhan yang Berkuasa membolakbalikkan kedudukan  hamba-Nya  di mata mahluk..

Oke, buat yang mau juga bukuin tulisannya, gue mau sedikit sharing perjalanan lahirnya buku #IGen ini, boleh ya? *Nah ini lebih ngebingungin lagi, seakan-akan gue penulis andal yang karyanya sudah berpuluh bahkan beratus gitu. Haha.

Jadi ceritanya panjaaang, so izinin gue membagi judul ini ke dalam beberapa bagian (bersambung, gitu), yesss. Untuk edisi pertama ini, judulnya:

Ngeblog Harus Punya Motif!

Ila yaumil qiyamah, insya Allah gue akan setia dengan embel-embel blogger, pun orang lain menyematkan gelar penulis. Yah, biar nggak seperti kacang yang lupa sama kulitnya, gitu. Soalnya jujur, lahirnya buku #IGen ini nggak lain nggak bukan berkat aktivitas ngeblog. Lagian juga, gelar blogger lebih keren dari penulis *imo 😜

Buat yang mau nulis buku sendiri, kalau kita bukan orang terkenal, anak pejabat apalagi konglomerat yang dengan gampangnya menyewa jasa para ghost writer, maka ngebloglah mulai dari sekarang. Tema pula gaya bebas, yang penting nyaman sama tulisan sendiri. Boleh punya idola penulis, asal selalu pastikan kita jadi diri sendiri, biar berasa orisinilnya blog kita.

Sejujurnya gue sudah kenal dengan dunia perblogan dari jaman kuliah. Mayan rutin lah curcol geje ala mahasiswi galau berkedok aktivis 👻. Sayang, pasca lulus lupa password-nya akibat sempat terbengkalai beberapa abad. Hiks. Akhirnya gue putuskan membuat blog baru lagi di platform yang sama (multiply tercintah).

Motif awalnya masih belum supaya bisa nulis buku, melainkan karena beban nulis (di tempat kerja) yang sudah mulai meningkat, dari yang cuma nulis berita-berita singkat ke nulis tausiyah 2halaman ala-ala remaja. Pikir gue, cuma ngeblog ngeblog dan ngeblog lah yang paling ampuh melihaikan gaya menulis gue. Dan betul aja, lho, mbak pimred suka muji betapa makin  crunchy dan khas gaya nulis gue! Alhamdulillah 😄

Setelah mencoba berbagai gaya (pakai ‘saya’,  ‘gue’, tema tentang dakwah hingga curcolan hahahihi tapi tetap berhikmah), update blog dirutinin dimanapun dan kapanpun ide menghampiri (seringan sih di atas bis, angkot, kereta) ada kali dua tahun lamanya baru menemukan gaya nulis yang gue banget. Hingga muncul kepedean luar binasa buat ngebukuin blog gue. Pokoknya blog bagus ini mesti dibukuin macam Radit atau Dewi Rieka! *baru sekadar gagasan aka omdo, sih, belom eksekusi. Hehe. Tapi jangan salah, justru dari situ segalanya bermulai.

Jadi, rumus pertamanya: ayooo ngeblog! Kalau masih seringan malesnya, digali terus motif yang membuat kita jadi semangat update blog lagi dan lagi terus dan terus. Bolehlah karena si dia, tuntutan kerjaan, atau ya itu: biar bisa nulis buku. Pokoe… Tagnamesss ngeblognya! 😉

Bersambung…

Coming Soon: #IGen

Woohooo… Jum’at Semangattt!

Alhamdulillah, di penghujung Kamis kemarin dikasih kabar dari penerbit @qultummedia kalau buku gue (IGen, Gaul Bener Tanpa Minder) sudah selesai cetak. Insya Allah 7 April 2015 sudah mulai didistribusiin ke tobuk-tobuk dari Sabang sampai Meraukeh.

Sooo.. don’t miss it, yaw! 😉

image

Ujian Apa Cobaan

Guys, seberapa sering sih kalian mengeluhkan ujian (apa cobaan?) hidup yang nggak kunjung selesai?

Baru aja gondok karena bapak gubernur yang sering mengumpat dengan umpatan “Ahok”, gondok BBM yang naik turun naik naik, lah sekarang gondok berkelanjutan akibat penutupan beberapa situs yang diduga mengajak kepada ISIS, eh, mengajak kepada jelek-jelekin bapak presiden yang mulia. Yaelah! *moga blog ini nggak di-ban bnpt, aamiin*

Eh, bukan ujian itu sih yang gue maksud. Itu mah ujian masal, ye? Lebih kepada ujian pribadi yang tiap orang beriman pasti diuji. Sering, jarang, apa kadang ngeluhnya? Kok, kalau gue sering, ya? 😥

Nah yang susah buat  dimengerti, semakin sering doa minta diselesaiin ujiannya, malah semakin menjadi ujiannya. Bahkan malah dipertemukan dengan seseorang terus  minta dikasih solusi atas masalah yang dia hadapi. Hiks, di situ saya kadang merasa super duper bingung!

Tapi ambil hikmahnya aja, ya? Mungkin begitu cara Dia membuat kita jadi manusia kuat, tahan banting, dan yang pasti naik level. Aamiin. Tapi ujiannya pasti lebih berat lagi ya nanti?😱

###

Ya Allah… moga ujian yang menimpa kami adalah bukti cinta Engkau pada kami. Bukan sebaliknya, bukti betapa bebalnya kami. Aamiin.